Tahu Tapi Diam: Saat Kekerasan Seksual Dianggap Bukan Urusan Kita

Rabu, 28 Mei 2025 16:34 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Ilustrasi Pelecehan Seksual
Iklan

Mengajak anak muda tidak diam saat melihat kekerasan seksual, dan mulai menciptakan ruang aman lewat empati, edukasi, dan aksi nyata.

***

Kita pernah ada di situasi itu. Mendengar cerita dari teman, melihat perilaku aneh dari senior, atau membaca laporan kekerasan di kampus lewat akun anonim. Kita tahu, tetapi kita diam. Mungkin karena takut, bingung harus berbuat apa, atau merasa itu bukan urusan kita.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lebih parahnya lagi, ketika ada korban yang berani bicara, justru mereka yang disalahkan. Banyak yang berkata, "Salah sendiri, kenapa pakai baju begitu?" atau "Dia yang ngajak kok, bukan dipaksa." Padahal, kekerasan seksual bukan soal pakaian atau sikap, tetapi soal kekuasaan dan tidak adanya persetujuan.

Saat terlalu banyak orang memilih diam dan korban yang menjadi sorotan negatif, ruang-ruang kita tidak lagi aman. Bukan karena pelaku terlalu kuat, tetapi karena suara-suara yang seharusnya membela malah ikut menghakimi. Diam kita, yang terasa netral, sesungguhnya berpihak pada ketidakadilan.

Fenomena "Tahu Tapi Diam"

Di sekitar kita, kekerasan seksual bukan hal baru. Ceritanya sering terdengar, baik lewat teman, unggahan media sosial, maupun forum kampus dan komunitas. Namun yang lebih mengerikan dari peristiwanya adalah cara lingkungan menanggapinya, dengan diam atau bahkan menyalahkan korban.

Banyak yang tahu apa yang terjadi, tetapi memilih tidak terlibat. Mereka pura-pura tidak mendengar, atau lebih buruk lagi, ikut menyebarkan gosip dan membiarkan korban menjadi bahan olok-olokan. Dalam banyak kasus, korban justru terus menjadi sasaran perundungan, sementara pelaku tetap bebas berkegiatan seolah tidak pernah berbuat salah. Padahal, yang seharusnya mendapatkan sanksi sosial adalah pelaku, bukan korban. Yang perlu dikenali identitasnya adalah mereka yang melakukan kekerasan, bukan mereka yang terluka karenanya.

Kenapa Kita Memilih Diam?

Ada banyak alasan mengapa kita sering memilih diam. Takut terseret masalah, takut dianggap mencari perhatian, atau takut dijauhi oleh lingkungan. Beberapa merasa, “Itu urusan pribadi, aku tidak perlu ikut campur.” Namun saat korban adalah orang terdekat kita, kita baru sadar bahwa diam justru menyakitkan.

Budaya menyalahkan korban juga tumbuh subur. Banyak yang mudah menuduh korban sebagai penyebab kekerasan karena pakaian yang dianggap terbuka, karena dekat dengan lawan jenis, atau karena dianggap “mengundang”. Cara berpikir ini keliru dan membenarkan kekerasan. Tanggung jawab sepenuhnya ada pada pelaku. Diam terhadap budaya menyalahkan korban memperpanjang siklus kekerasan.

Dampaknya: Kekerasan Terus Terjadi

Ketika masyarakat diam atau menyalahkan korban, pelaku merasa aman. Mereka tahu lingkungan tidak akan menegur atau menghukum mereka. Korban pun merasa sendirian, malu, dan memilih menutup cerita. Mereka harus menanggung trauma, stigma, dan perundungan, sementara pelaku bebas tanpa rasa bersalah.

Yang terjadi bukan keadilan, tetapi pembalikan narasi. Korban yang bersuara dianggap menyebarkan fitnah atau membuat kegaduhan. Situasi ini menciptakan ketakutan baru bagi korban lain untuk berbicara. Budaya ini harus dihentikan. Selama pelaku bebas tanpa tanggung jawab sosial, kekerasan akan terus berulang dalam siklus yang sama.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

  1. Edukasi diri dan orang terdekat tentang kekerasan seksual
    Bentuk kekerasan seksual bukan hanya pemerkosaan. Ia bisa muncul dalam bentuk pelecehan verbal, tatapan tidak nyaman, sentuhan tanpa izin, hingga candaan seksual. Dengan memahami bentuk-bentuk ini, kita bisa menjadi lebih peka dan tidak meremehkan pengalaman orang lain. Edukasi ini penting untuk menumbuhkan empati dan kesadaran, terutama di lingkungan anak muda.
  2. Dukung korban, bukan menghakimi
    Saat ada teman yang bercerita tentang pengalamannya, hal pertama yang perlu kita lakukan adalah mendengarkan dan mempercayai. Jangan langsung menyela dengan pertanyaan seperti "Kamu yakin?" atau "Kamu pakai baju apa waktu itu?" Cukup beri ruang aman, dan tanyakan apa yang mereka butuhkan. Validasi rasa takut dan trauma mereka, karena dukungan emosional sangat berarti.
  3. Hentikan budaya menyalahkan korban
    Ketika mendengar orang menyalahkan korban karena pakaian atau gaya hidup, jangan ragu untuk menyanggahnya secara sopan namun tegas. Arahkan pembicaraan ke fokus yang benar, yaitu tanggung jawab pelaku. Budaya menyalahkan korban tidak hanya menyakitkan, tetapi juga berbahaya karena membuat pelaku merasa bisa mengulangi perbuatannya tanpa konsekuensi sosial.
  4. Dorong pelaporan yang aman dan etis
    Kita bisa membantu korban mengakses jalur pelaporan, baik yang formal seperti lembaga kampus maupun komunitas yang terpercaya. Namun, jangan memaksa korban untuk bicara jika mereka belum siap. Yang bisa kita lakukan adalah mendampingi, membantu mencari informasi, dan menjaga kerahasiaan mereka sepenuhnya.
  5. Bangun lingkungan yang suportif dan aman
    Kita bisa memulainya dari hal kecil. Misalnya, tidak menertawakan candaan seksual, tidak membenarkan perilaku senior yang melecehkan dengan alasan tradisi, serta menegaskan bahwa semua orang berhak merasa aman. Lingkungan yang aman bukan datang dari luar, melainkan dibangun bersama melalui sikap saling menjaga.

Diam Bukan Netral

Ketika kita memilih diam, kita tidak sedang netral. Kita membiarkan pelaku merasa tidak apa-apa dan korban merasa sendiri. Anak muda punya kekuatan besar untuk mengubah pola diam ini menjadi keberanian, kepedulian, dan solidaritas. Kita tidak harus menjadi aktivis, tapi bisa menjadi teman yang peduli. Kita bisa menjadi bagian dari generasi yang tidak lagi tinggal diam saat ketidakadilan terjadi di depan mata. Karena ruang aman tidak datang begitu saja, melainkan tumbuh dari keberanian kecil yang dikumpulkan bersama.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Desnita Mariyani Matondang

Mahasiswa S1 Hubungan Internasional

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Pilihan Editor

Lihat semua